Skalapost (SK).
Bandar Lampung – Persatuan Wartawan Indonesi (PWI) Lampung mengecam aksi kekerasan aparat terhadap empat wartawan saat kericuhan aksi ribuan mahasiswa yang menolak UU Omnibus Law di depan Gedung DPRD Lampung. PWI minta Kapolda Lampung menindak oknum oknum yang bersikap tidak sesuai SOP dan melangar Peraturan Kapolri dalam hal menangani aksi unjuk rasa. Minggi, (11/10/20).
“Kita prihatin dengan kekerasan fisik dan verbal yang dialami kawan kawan waratawan, termasuk adik adik mahasiswa korban kericuhan itu. Sebab, jurnalis dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik selalu dilindungi oleh perundang-undangan. Kami mendesak Kapolda Lampung mengusut tuntas hal ini.” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi SIP, MH, di Bandar Lampung.
Menurut Juniardi, aksi kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa kerap terjadi. Padahal UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.
“Kerja pers berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Di mana, pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” kata Juniardi.
Karenanya, lanjut Juniardi, pihak manapun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.
“Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh,” jelas Juniardi.
Juniardi mengatakan, jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik maka seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum. Maka tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers.
“Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers tapi juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Ini merupakan pelanggaran sangat serius,” ujarnya.
Juniardi menjelaskan selain pers di lindungan UU, dalam hal mengemukakan pendapat di muka umum, ada dasar hukum yang menjamin, yaitu Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. (Rls).