Skalapost(sk)
Deli Serdang – PT Perkebunan Nusantara II (PTPN 2) melalui Kepala Bagian Hukum, Ganda Wiatmaja telah melaporkan sdr. Rokani dkk ke Polda Sumatera Utara atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana jo. Pasal 266 KUH Pidana dalam perkara perdata No 05/Pdt.G/2011/Pn-LP dengan objek perkara lahan Afdeling III, Kebun Tanjung Garbus.
Dugaan pemalsuan/penggunaan surat palsu yang dilakukan oleh sdr. Rokani dkk terkait surat klaim Afdeling III Penara berupa SKTL (Surat keterangan Tentang Pembagian Tanah Sawah dan Ladang) yang diterbitkan tanggal 20 Desember 1953 juga data indentitas para Penggugat.
Setelah penyidik melakukan pemeriksaan Saksi, Ahli dan pengumpulan bukti-bukti, maka saat ini penyidik Poldasu telah meningkatkan status perkara laporan PTPN II tersebut ke tahap penyidikan. Dengan status penyidikan tersebut, tidak lama lagi diharapkan akan segera ditetapkan tersangka.
Lahan Afdeling III Penara, kebun Tanjung Garbus, Kecamatan Tanjung Morawa seluas 533 hektar sejak dilakukan nasionalisasi tahun 1958 dikuasai dan kelola oleh Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) hingga saat ini di oleh PTPN II dengan alas hak HGU yang telah dilakukan perpanjangan terakhir berdasarkan sesuai SK HGU No. 62/Penara tanggal 20 Juni 2003.
Kita sudah mengambil langkah-langkah hukum, di antaranya mengajukan PK (Peninjauan Kembali), sesuai surat permohonan no.4/2022 tanggal 16 Maret 2022, karena adanya sejumlah kejanggalan dalam Putusan Mahkamah Agung RI, ” jelas Penasehat Hukum PTPN II Hasrul Benny Harahap.
DIDALANGI MAFIA TANAH ?
Kuatnya upaya pihak luar untuk menguasai lahan HGU seluas 464 hektar itu, diduga didalangi sejumlah oknum mafia tanah di Sumatera Utara. Sebab posisi lahan tersebut saat ini sangat strategis sebagai daerah pengembangan kawasan Bandara Kuala Namu.
Padahal, di areal tersebut sudah ditanami kelapa sawit.
“Kita punya data lengkap secara hukum bahwa lahan tersebut HGU aktif. Makanya kita heran bagaimana bisa keluar putusan yang memenangkan mereka di atas lahan HGU,” tambah Hasrul Benny lagi.
Menurut Penasehat Hukum PTPN 2 itu, strategi yang diterapkan pihak luar dalam upaya merebut aset negara (PTPN II- Red) itu tergolong cukup licik. Diawal mereka diduga merekayasa sejumlah berkas berkas lama yang sangat diragukan keabsahannya sebagai dasar ajukan gugatan, menarik dan menghimpun orang untuk menjadi anggota yang ikut menggugat, dan untuk lebih meyakinkan perjunangan nya mereka menggandeng organisasi petani HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) untuk munculkan kesan seolah ini perjuangan kaum petani,. “Padahal yang ada di balik itu diduga adalah oknum-oknum mafia tanah, yang selama ini mengobok-obok lahan HGU PTPN II yang berada di lokasi strategis,” tambah Hasrul Benny Harahap.
Beberapa hari sebelumnya pihak PTPN II menolak rencana Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang akan melakukan eksekusi dan pencocokan objek perkara (konstatering) dan memvalidasi atas lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus.
Disebutkan, objek perkara adalah tanah eks PTP IX namun anehnya tanah yang akan dijadikan objek eksekusi adalah tanah eks PTP II/PNP II. Selain itu PTPN II juga menilai bahwa surat-surat yang digunakan oleh penggugat di PN Lubukpakam tersebut adalah diduga palsu atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
“Afdeling III Penara diperoleh Negara Republik Indonesia dari Nasionalisasi Perusahaan Belanda berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1959. Dengan demikian tidak mungkin lahan Afdeling III Penara merupakan milik masyarakat” jelas Hasrul Benny Harahap.
“Kami telah buat laporan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana di Polda Sumut. Termasuk proses penyelidikan tindak pidana korupsi di Pidsus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan perlawanan atas penetapan eksekusi (verzet),” tambah Hasrul Benny.(JS/TEAM)