(Studi Tentang Kontestasi Pemilihan Langsung Calon Gubernur Lampung Tahun 2024)
Oleh
Eko Budi Sulistio
Mahasiswa S3 Program Doktor Studi Pembangunan
FISIP Universitas Lampung
e-mail: eb.sulistio@gmail.com
Feature – Identitas merupakan bawaan manusia sejak lahir. Hal ini mulai terlihat jelas, saat seorang anak bayi diberi nama oleh kedua orang tuanya. Dalam nama tersebut biasanya terkandung jati diri manusia, setidaknya asal etnis, agama, marga dan jenis kelamin. Semakin besar dan dewasa, maka idenditasnya akan mengalami perkembangan atau meluas. Manusia akan mulai mencari identitas sosial lainnya misalnya status sosial, status politik, maupun status ekonomi. Selain itu manusia juga akan mengembangkan identitas pribadinya yang akan membedakan dirinya dengan orang lain.
Fearon menyatakan bahwa an “identity” refer to either (a) a social category, defined by membership rules and (alleged) characteristic attributes or expected behaviors, or (b) socially distinguishing features that a person takes a special pride in or views as unchangeable but socially consequential (or (a) and (b) at once). Identitas merujuk pada suatu kategori sosial yang didefinisikan oleh aturan keanggotaan dan (mungkin) atribut karakteristik ataupun perilaku yang diharapkan. Selain itu identitas juga dapat dimaknai sebagai fitur pembeda sosial dimana seseorang mendapatkan kebanggaan atau pandangan khusus yang berdampak secara sosial, (Fearon, 1999)
Dari pernyataan Fearon diatas, maka dapat dipahami bahwa identitas sesungguhnya merupakan dan dianggap hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan identitas tersebutlah dia akan dikenali lebih baik lagi oleh orang lain. Di dalam masyarakat pun, status sosial seorang akan terlihat jelas dari identitas apa yang dimilikinya. Dengan demikian, menghilangkan sebuah identitas pada akhirnya akan dapat dimaknai sebagai menghilangkan kehidupan seseorang.
IDENTITAS SOSIAL (SOCIAL IDENTITY)
Baik identitas pribadi (personal indentity) maupun identitas sosial (social identity) merupakan 2 hal yang dianggap penting bagi seseorang, (Fearon, 1999). Fearon menyataka bahwa “Personal identity is a set of attributes, beliefs, desires, or principles of action that a person thinks distinguish her in socially relevant ways and that (a) the person takes a special pride in; (b) the person takes no special pride in, but which so orient her behavior that she would be at a loss about how to act and what to do without them; or (c) the person feels she could not change even if she wanted to”. Atau dengan kata lain Identitas pribadi adalah seperangkat atribut, kepercayaan, keinginan, atau prinsip tindakan yang menurut seseorang membedakan dirinya dalam cara yang relevan secara sosial dan yang membuat orang tersebut sangat bangga; mengarahkan perilakunya untuk bertindak dan apa yang harus dilakukan tanpa hal-hal tersebut; serta tidak dapat berubah meskipun dia ingin. Melalui identitas pribadi dapat dikenali siapa, darimana dan bagaimana karakter seseorang. Sedangkan identitas sosial dapat diketahui dimana dan bagaimana posisi seseorang dalam sebuah kelompok sosial atau komunitas.
Identitas sosial terbentuk berdasarkan keterikatan atau afiliasi dengan seseorang terhadap kelompok sosial tertentu. Kelompok sosial tersebut bisa saja merupakan etnis, agama, pekerjaan, gender, hobi, dan politik. Dengan kata lain, identitas sosial adalah cara seseorang memandang dirinya sendiri dalam konteks kelompok-kelompok yang ada di sekitarnya. Setiap individu biasanya memiliki beberapa identitas sosial yang bersifat dinamis dan bisa berubah seiring waktu.
Dengan melihat identitas seorang dalam suatu kelompok sosial tertentu, maka dapat diketahui bagaimana status atau posisi seorang tersebut, apakah merupakan kelompok elit atau kalangan biasa. Dalam kelompok masyarakat tertentu, biasanya ada identitas yang dapat membuat seseorang secara sosial menempati posisi lebih tinggi dibanding yang lainnya, misalnya tokoh agama, tokoh adat dan juga tokoh politik. Identitas mereka sebagai tokoh, berarti sebuah privilage atau penghormatan dan kehormatan. Oleh sebab itu dapat dimaklumi apabila seseorang selalu mencari dan berupaya mempertahankan privilage dari sebuah identitas yang telah dimilikinya. Dia akan merasa bangga dan akan mempertahankan serta menunjukkan identitasnya tersebut pada orang lain.
Identitas sosial seseorang juga akan tetap ditunjukkan manakala seseorang mengikuti suatu kontestasi, dimana identitas tersebut dapat mendukungnya memenangkan kontestasi yang dimaksud. Misalnya dalam kontestasi politik, pemilihan kepala desa, kepala desa, legislatif dan presiden. Pada umumnya, mereka akan menunjukkan identitas sosial mereka dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dan dukungan serta dapat meraih kemenangan. Oleh sebab itu tidak heran jika para calon berlomba-lomba untuk ‘memperalat’ identitas mereka saat proses kontestasi politik.
FUNGSI IDENTITAS SOSIAL DALAM KONTESTASI POLITIK
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa identitas yang dimiliki oleh seseorang, baik identas personal maupun identitas sosial dapat memberikan kepada dirinya kehormatan, kebanggaan dan harga diri. Sehingga seseorang yang telah memiliki identitas tersebut, cenderung akan menggunakannya dimanapun dia berada. Misalnya status seseorang sebagai seorang raja, akan melekat dan dipakai kemanapun dan dimanapun dia berada. Hal ini karena identitas dapat menjadi fitur pembeda antara dirinya dan orang lain.
Lalu, apa sesungguhnya fungsi dari Identitas Sosial bagi seseorang? Identitas dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Menumbuhkan dan mengembangan rasa kebersamaan dan keanggotaan (sense of belonging. Rasa ini akan membuat seseorang merasa dapat diterima dan terhubung dengan komunitas dan lingkungannya
2. Membedakan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di masyarakat. Hal ini akan membantu individu memahami peran, nilai, dan posisinya di masyarakat.
3. Menjadi ruang bagi acuan sosial dimana seseorang dengan merasa menjadi anggota dari komunitas sosial tertentu akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan karakter kelompok sosialnya tersebut. Misalnya guru akan bersikap dan berperilaku sopan, karena pada umumnya status sosial guru di masyarakat adalah status sosial yang cukup tinggi.
4. Meningkatkan harga diri dan kebanggaan seseorang. Bagi seseorang yang merasa berasal dari ‘kasta sosial’ yang tinggi, akan merasa memiliki harga diri lebih tinggi dibanding orang lain dengan ‘kasta sosial’ yang lebih rendah.
5. Membantu seseorang untuk mengambil keputusan dan menentukan sikap. Dengan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok sosial tertentu, maka seseorang akan relatif merasa lebih mudah mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Keputusan ini biasanya didasarkan atas keputusan kolektif kelompok sosialnya.
Berdasarkan uraian diatas, terutama pada poin ke-5 maka jika dihubungkan dengan kontetasi politik dimana seorang calon akan berusaha untuk mempengaruhi pilihan massa, maka dengan menggunakan status atau identitas sosialnya diharapkan dapat memperoleh dukungan dari kelompoknya tersebut. Sebaliknya bagi masyarakat yang merasa bingung dalam menentukan sikap politiknya, maka dengan melihat kesamaan identitas sosialnya mereka akan cenderung mudah untuk menjatuhkan pilihan politiknya. Kesamaan identitas sosial antara pemilih dan calon akan memunculkan ‘emosionalitas’ diantara kedua belah pihak. Karena ada kesamaan identitas sosial inilah akhirnya mereka merasa harus saling memperjuangkan satu sama lain. Oleh sebab itulah, maka tidak heran, jika pada setiap kontestasi politik para calon akan masuk dan menjadi bagian dari identitas sosial-identitas sosial yang ada di masyarakat. Semakin banyak calon terikat dan menjadi bagian dari identitas sosial tertentu diharapkan semakin banyak pula dukungan politik akan mengalir kepadanya.
IDENTITAS SOSIAL DALAM KONTESTASI POLITIK LOKAL DI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2024
Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sangat multikultur masyarakatnya, baik dari aspek budaya, agama maupun etnisnya. Berdasarkan informasi pada situs https://diskominfotik.lampungprov.go.id/, jumlah penduduk Provinsi Lampung pada tahun 2024 sebanyak 9.442.625 dengan perkiraan komposisi berdasarkan identitas etnis sebagai berikut: etnisLampung, etnis Jawa, etnis Sunda, etnis Melayu, etnis Bali, dan beberapa etnis lainnya.
Dari komposisi etnis diatas etnis Jawa dan etnis Lampung memiliki porsi jumlah penduduk yang paling banyak. Sehingga bagi siapapun calon kepala daerah, jika ingin memenangkan kontestasi politik, maka calon tersebut harus dapat mengidentifikasikan dirinya bagian dari identitas sosial etnis terbanyak, Jawa dan Lampung. Seandainya dirinya bukan dari etnis Jawa atau Lampung, maka setidaknya harus dapat menjadi bagian dari identitas sosial etnis tersebut. Inilah yang pada saat ini banyak dilakukan oleh para politisi, untuk meraih suara dari kelompok sosial tersebut.
Mahfud MD misalnya, salah satu politisi dan tokoh nasional, yang pada tahun 2024 mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Ganjar Pranowo, saat melakukan kampanye di Provinsi Lampung mendapatkan gelar adat Lampung dari masyarakat etnis Lampung Skala Brak. Setelah mengikuti serangkaian prosesi adat di dalam Gedung Dalom, Mahfud diberikan gelar adat oleh Sultan Skala Brak Lampung yang dipertuankan ke-23, Pangeran Edward Syah Pernong
dan mendapatkan gelar adat “Batin Perkasa Sai Bani Niti Hukum” yang dalam terjemahan bebasnya bermakna orang yang teguh berpedoman dan menjunjung tinggi hukum. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pemberian gelar adat pada saat yang bersangkutan melakukan Kampanye Politik Pemilihan Presiden dan Calon Presiden pasti memiliki maksud dan tujuan politik jangka pendek, yakni mendapatkan suara/ dukungan dari masyarakat etnis Lampung, sebab Mahfud MD telah dianggap bagian dari identitas sosial etnis Lampung.
Strategi memanfaatkan identitas sosial pada kontestasi politik ini juga dilakukan oleh para kontestan politik pemilihan Gubernur Provinsi Lampung. Pada Pemilukada 2024 ini ada 2 pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung yakni pasangan Rahmat Mirzani Jausal – Jihan dan pasangan Arinal Junaidi – Sutono. Jika dilihat dari identitas sosial, kedua pasangan tersebut berasal dari kedua etnis terbesar di Lampung yakni Jawa dan Lampung, dimana untuk calon gubernur keduanya berasal dari etnis Lampung dan untuk wakil gubernur keduanya dari etnis Jawa.
Selain mengidentifikasi sebagai bagian dari identitas sosial terbesar di Provinsi Lampung, para calon tersebut ternyata masih melakukan berbagai upaya untuk merebut simpati dari masyarakat di luar kedua etnis tersebut. Misalnya yang dilakukan oleh Rahmat Mirzani Jausal yang mendapatkan gelar adat dari Masyarakat Hindu Bali yakni Ksatria Shri Natha Bhuwana yang berarti pemimpin yang memberikan kemakmuran. Sebagaimana diketahui bahwa etnis Bali di Lampung telah menjadi bagian penting dalam sejarah pembangunan provinsi ini sejak tahun 1950-an. Meskipun secara jumlah, prosentase etnis Bali tidak terlalu besar di Provinsi Lampung, namun pada wilayah-wilayah tertentu mereka menguasai sebagai etnis yang mayoritas. Masyarakat etnis Bali mengharapkan agar pemberian gelar Ksatria Shri Nata Buana kepada Mirza dapat menjadi lambang kebersamaan dan harapan etnis Bali untuk Lampung yang lebih baik. Selain itu juga, sebagai calon kepala daerah Rahmat Mirzani Jausal ingin menunjukkan bahwa meskipun berasal dari identitas sosial yang mayoritas, namun dia juga ingin menunjukkan keberpihakan dan kebersamaannya dengan etnis lain yang minoritas.
Secara sekilas berikut adalah profil kandidat pemilukada langsung Gubernur Lampung, ditinjau dari aspek identitas sosial masing-masing yang telah ditetapkan oleh KPU pada tanggal 29 September 2024.
Tabel 1:
Profil Singkat Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
Ditinjau dari aspek Identitas Sosial
NO NAMA CALON GUB/WAGUB PROFIL SINGKAT
1 Arinal Junaidi Calon Gubernur Lahir di Tanjungkarang, 17 Juni 1956. Ia menempuh pendidikan formal di SDN 17 Kampung Sawah Bandar Lampung (1964–1970), SMPN 2 Bandar Lampung (1970–1971), dan Sekolah Pertanian Menengah Atas Tanjung Karang kini bernama SMK PP Negeri Lampung (1971–1975). Arinal lulus S1 dari Universitas Lampung.
2 Sutono Calon Wakil Gubernur Lahir di Karanganyar, Jawa Tengah pada tanggal 28 Juli 1958. Masa kecil Sutono banyak dihabiskan di kampung halamannya Karanganyar. Ia menempuh pendidikan formal mulai dari bangku sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) di Karanganyar, dan melanjutkan S1 di IPB Bogor.
3 Rahmat Mirzani Djausal Calon Gubernur lahir di Kotabumi, Lampung, pada 18 Maret 1980. Masa kecilnya banyak di Kotabumi mulai SD – SMP. Pada jenjang SMA ditempuh di Kota Bandar Lampung. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Trisakti jurusan Teknik mesin pada 2005, lalu melanjutkan magister manajemen di Universitas Lampung dan lulus tahun 2012.
4 Jihan Nurlela Calon Wakil Gubernur Desa Karang Anom, Kecamatan Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur 22 April 1994. Menyelesaikan pendidikan SD di Lampung Timur. Melanjutkan SMP dan SMA di Jawa Tengah. Lalu pendidikan S1 diselesaikan di Universitas Lampung.
Sumber: diolah penulis dari berbagai sumber, 2024.
Dari tabel diatas maka dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut:
1. 3 dari 4 calon lahir di Provinsi Lampung dan 1 calon dari Jawa Tengah (Sutono)
2. 2 orang melanjutkan pendidikan S1 di Lampung dan 2 orang di Jawa (Jakarta dan Bogor)
3. 2 orang besar di Lampung (Arinal Junaidi dan Rahmat Mirzani Jausal), sedangkan 2 orang dibesarkan di Jawa (Sutono dan Jihan Nurlela). Meski sebagian hidup masa kecilnya di Lampung namun Jihan tetap tumbuh dalam kultur jawa yang kental, sebab orang tuanya adalah seorang pimpinan pondok pesantren dan tokoh ormas Nahdatul Ulama yang secara yang melestarikan kultur jawa.
Jika membaca profil pada kandidat diatas maka ke-4 orang kandidat ini merupakan orang-orang yang “paham dengan Lampung”. Sehingga walaupun secara asal usul identitas sosial mereka berbeda namun mereka dapat dikatakan sebagai “Orang Lampung”, yakni orang yang telah lama tinggal di kampung dan memahami karakteristik masyarakat Lampung.
POLITIK DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR DI PROVINSI LAMPUNG
Aktifitas Politik adalah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah upaya untuk membangun negara Indonesia lebih maju, maka kekuasan politik di tangan orang yang tepat menjadi salah satu kuncinya. Dalam konteks politik lokal di Provinsi Lampung, maka pemilihan kepala daerah melalui pemilihan umum harus dimaknai juga sebagai bagian dari upaya tersebut. Aktifitas politik, pada umumnya sering menimbulkan ketegangan dan potensial terjadinya konflik. Hal ini telah banyak terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Oleh sebab itu para kontestan pemilukada di Provinsi Lampung tahun 2024 ini harus memahami konteks politik dalam masyarakat multikultur yang memiliki banyak identitas sosial.
Bagaimana kontestasi pemilihan calon gubernur di Provinsi Lampung dilakukan agar sesuai dengan kondisi masyarakatnya yang multikulkur, sehingga persaingan politik tidak menghasilkan konflik politik?. Sebagaimana dikemukakan oleh Fearon sebagai berikut: In comparative politics, “identity” plays a central role in work on nationalism and ethnic conflict dan In international relations, the idea of “state identity” is at the heart of constructivist critiques of realism and analyses of state sovereignty, (Fearon, 1999). Makna dalam kalimat tersebut jangan sampai identitas sosial menjadi sumber konflik, dan jika memungkinkan justru menjadi sumber dari kedaulatan negara.
Agar ragam identitas sosial dapat menjadi kohesi atau perekat sosial masyarakat Lampung yang multikultur, maka para kontestan pemilihan kepala daerah 2024 dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengakuan Terhadap Keberagaman Etnis dan Budaya: Politik multikulturalisme mengakui eksistensi kelompok-kelompok dengan latar belakang etnis, bahasa, dan budaya yang berbeda, serta berupaya memberikan ruang yang setara bagi semua kelompok tersebut untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik tanpa diskriminasi. Apa yang dilakukan oleh Rahmat Mirzani Jausal diatas dengan pemberian gelar adat dari masyarakat Hindu Bali sejalan dengan konsep ini.
2. Partisipasi Politik dari Kelompok Minoritas: Dalam sistem politik multikultural, kelompok minoritas diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik. Ini bisa berupa partisipasi dalam pemilu, perwakilan di parlemen, atau konsultasi dalam perumusan kebijakan yang memengaruhi kelompok mereka. Dalam konteks pemilukada di Provinsi Lampung, kelompok-kelompok minoritas ini dapat juga dijadikan sebagai tim-tim kampanye dari para calon.
3. Menjaga media dari penyampaian berita-berita yang provokatif dan tidak mempromosikan persatuan antar identitas sosial di masyarakat yang multikultur.
4. Melakukan kampanye damai dengan melibatkan semua identitas sosial yang ada (bukan anti identitas). Pelibatan semua identitas sosial secara bersama menjadi sangat penting dan dapat menjaga kohesi sosial, dibandingkan dengan hanya melibatkan satu identitas dari kelompok tertentu saja.
5. Menjaga dan menindak tegas penyebaran berita hoaks yang menyinggung dan mendiskreditas satu identitas sosial tertentu untuk meningkatkan popularitas identitas sosial yang lain.
Para kontestan pemilukada di Provinsi Lampung harus menyadari bahwa identitas sosial sangat penting dan memiliki peran sangat strategis dalam menjaga kohesi sosial dalam masyarakat multikultur. Jika salah memanfaatkan identitas sosial hanyak untuk kepentingan sesaat, maka bisa jadi identitas sosial ini akan menjadi sumber malapetaka sosial di Provinsi Lampung. Namun jika dapat memanfaatkan secara baik identitas sosial yang ada tanpa diskriminatif, maka identitas sosial yang telah ada akan menjadi sumber kemajuan Provinsi Lampung. Tidak mungkin identitas sosial dapat ditanggalkan saat kontestasi politik, sebab ini adalah suatu kehormatan, harga diri dan pengharaan yang telah dimiliki oleh masing-masing kontestan. Maka yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan identitas sosial yang telah ada tersebut untuk membangun saling pengertian dan kebersamaan.
KESIMPULAN
1. Identitas seseorang baik identitas personal maupun identitas sosial tidak dapat dihilangkan dan umumnya memang tidak mau menghilangkan karena bagian dari kesejarahan dan asal usul mereka.
2. Ketika seseorang memasuki dunia yang lebih luas, seperti dunia politik, yang mengharuskannya berinteraksi dengan orang lain yang berada di luar identitas sosialnya, maka identitas sosial seseorang menjadikannya lebih mudah dipahami oleh orang lain. Demikian juga sebaliknya, saat nanti terpilih menjadi pimpinan politik maka yang bersangkutan dapat menyadari bahwa dia bukanlah semata-mata pemimpin dalam identitas sosialnya saja melainkan menjadi pemimpin bagi identitas (kelompok) sosial lainnya.
3. Dengan menyadari bahwa dia menjadi pemimpin dari semua identitas sosial, maka seorang pemimpin politik diharapkan dapat bersikap adil dan mengambil kebijakan publik yang berpihak dan menguntungkan semua identitas sosial di bawah kekuasaan politiknya.