Skalapost(sk)
Sumut-Medan, Hari Kepanduan Sedunia dirayakan setiap 22 Februari, mungkin tidak terdengar familiar di telinga kita,
gerakan Kepanduan di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pramuka.
Robert Baden Powel yang lahir di Inggris pada 22 Februari 1857, merupakan tokoh pencetus gerakan kepanduan untuk melatih “Keterampilan, Cara Bertahan Hidup dan Kebersamaan”.
Dicetuskan pada tahun 1907, kini gerakan Kepanduan memiliki lebih dari 50 juta anggotanya di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Gerakan Kepanduan bagi Partai Keadilan Sejahtera tidak asing lagi, seluruh kader PKS mulai tingkat pusat, hingga cabang di daerah sejatinya adalah anggota kepanduan tanpa terkecuali.
Seperti disebutkan Robert Baden Powel, kepanduan menempa dan melatih”Keterampilan, Cara bertahan (Survive) dan Kebersamaan, selain disebutkan diatas, PKS memaknainya lebih lagi dengan arti yang sangat luas. Dalam tataran berbangsa dan bernegara, keterampilan yang mumpuni, survive ditengah badai dan prahara politik merajut kebersamaan, ini sangat dibutuhkan.
PKS tampil beda dengan ke banyakkan parpol yang telah menjadi alat kekuasaan dan instrumen oligarki.
Bukan hanya sekedar mengambil peran oposisi terhadap pemerintah.
PKS juga rajin hadir dalam setiap kesulitan rakyat, dan mengambil sikap tegas terhadap distorsi penyelenggaraan negara.
Meskipun berada dalam kerangkeng demokrasi barbar yang serakah juga feodal, dan terjebak jeruji parlemen yang angkuh, PKS tetap tidak melupakan asal usulnya yang lahir dari rahim rakyat, tetap rendah hati dan melayani.
Berjuang sendirian di tengah paduan suara bising kebanyakan parpol, PKS berusaha survive dalam parlemen hasil dari sistem pemilu yang kapitalistik dan transkaksional,
PKS sering terisolasi dari pemufakatan dan konspiratif.
Perencanaan, perubahan, pengesahan dan penetapan UU, kerap dilandasi kepentingan oligarki dan kepemilikan modal.
Saat bejibaku menyerap aspirasi rakyat dan memahatnya pada dinding konstitusi, PKS sering mengalami turbulensi politik.
Sedikit tema yang berhasil menjadi produk konstitusi, banyak yang tersingkirkan oleh orientasi kekuasaan.
Dalam menyikapi UU baik yang bersenyawa maupun yang berkhianat terhadap aspirasi rakyat PKS selalu terbentur dan tertolak suara mayoritas parlemen.
PKS terus bersuara lantang dalam perangkap demokrasi liberal dan sekuler yang sejatinya mengebiri kedaulatan rakyat.
Rekam jejak PKS dalam pergulatan dinamika politik konstitusi, tidak akan pernah bisa dihilangkan sejarah.
Rakyat indonesia belum amnestia ketika PKS berhasil memperjuangkan UU Perlindungan Para Ulama dan Tokoh Masyarakat.
Begitupun saat rakyat membutuhkan , PKS bersama buruh dan mahasiswa serta elemen masyarakat lainnya menolak UU Omnibus Law.
Paling anyar ketika PKS menjadi satu-satunya partai yang menolak UU pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang dinilai membahayakan keberadaan dan eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Masih banyak lagi keberpihakan PKS pada program – program populis dan menjadi denyut nadi rakyat.
PKS telah membuktikan, tetap setia dan istiqomah mengemban amanat rakyat Indonesia.
Berketetapan hati dan teguh menegakkan kebenaran dan keadilan, sekalipun dalam jalan sunyi kebangsaan.
Seiring waktu, populisme PKS dan gairah interes publik menuntut agar PKS berdandan lebih humanis tanpa pencitraan semu, kecuali dengan kerja tulus dan tujuan kemaslahatan, sepatutnya tetap bergairah menjaga amanah dan kepercayaan rakyatnya.
Harus mampu bekerja memikul tanggung jawab, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta mewujudkan cita-cita proklamator kemerdekaan Indonesia adalah harga yang tak bisa di tawar-tawar.
Namun ditengah hiruk pikuknya beban kerja, kader-kader PKS tetap tidak melupakan pelatihan jasadiyah dan Ruhiyah yang bermakna sebagai hamba Allah tetap mendekatkan diri dan memohon kepada sang pencipta agar pertolongan Nya datang kepada hamba-hambanya yang meminta.(JS)